Catatan Motivator KM. Tembe Nggoli
TNC. Kaget, heran, dan setengah tidak percaya, itulah kesan pertama ketika mendengar pengakuan Ibrahim. "sebulan saya bisa dapat 9 juta", pengakuan bapak 4 orang anak yang sehari-harinya menjual krupuk tersebut spontan membuat hati kecil saya berkata "mending jual krupuk daripada jadi PNS".
Pagi yang cerah, Sabtu (29/9). Saya bersiap menuju Desa Kombo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Sambil menunggu mobil rombongan yang menjemput, sejenak saya nongkrong di warung sederhana disamping rumah, tepatnya di depan SDN 20 Kota Bima.
Sambil menikmati makanan ringan dan sebotol air mineral, tiba-tiba muncul Bapak separuh baya. Sambil membasuh keringat yang menetes, Laki-laki berkulit gelap tersebut berkata "saya mau minta uang krupuk" katanya pelan dan sopan.
Melihat penampilannya, kelihatan bapak ini memiliki beban yang berat. Dalam hati saya berkata "kayaknya bapak ini punya kisah yang menarik". Sontak jiwa jurnalis saya muncul seketika.Akhirnya keluarlah beberapa pertanyaan dan terjadi percakapan yang hangat.
Satu persatu pertanyaan saya keluar, dengan penuh senyum Ibrahim menjawab dengan singkat dan jelas. Dari hasil percakapan tersebut, akhirnya saya mendapatkan identitas Ibrahim. Bapak 4 orang anak ini tinggal di Kelurahan Jatibaru Kecamatan Asakota Kota Bima. Ibrahim dulunya adalah seorang buruh di sebuah industri genteng. Namun hasil dari pekerjaan tersebut, tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak.
"sebelum saya jual krupuk, saya buruh di sebuah industri genteng" katanya. "gajinya seminggu sekali, kadang tidak tentu. Bayar sekolah akhirnya sering telat" lanjutnya.
Rejeki tidak kemana, rejeki sudah diatur. Kira-kira itulah prinsip dan pegangan yang banyak dianut oleh masyarakat, khususnya masyarakat Kota Bima. Mungkin itu juga yang dirasaka oleh Ibrahim, buruh di industri genteng bukanlah jalan hidupnya.
Dengan memberanikan diri, Ibrahim akhirnya beralih menjadi penjual krupuk. Krupuk tersebut bukanlah buatannya. Krupuk tersebut buatan orang lain, dan Ibrahim hanya kurir. Setiap hari Ibrahim menjual krupuk tersebut di warung-warung. Bukan hanya di Kota Bima, Ibrahim juga menjual krupuknya sampai ke Kecamatan Sape, Wera, Langgudu, hingga Bolo yang jaraknya sekitar 40 Km.
"jam 6 pagi saya sudah berangkat, sekali berangkat saya bawa dagangan 1,5 juta. Pulang jam 12 siang dan jam 1 siang berangkat lagi, nanti pulangnya jam 5. Saya biasanya dikasih upah 10%, sehari jadi saya dapat 300 ribu. Biasanya dagangan saya selalu laku, ya kalau ditotal, sebulan saya bisa dapat 9 juta" jelasnya secara rinci.
Dilihat dari kasat mata, penjual krupuk masih rendah derajatnya daripada PNS ataupun pegawai swasta. Tapi setelah mendengar pengakuan Ibrahim, anggapan tersebut secara pribadi saya anggap salah besar. Penjual krupuk seperti Ibrahim, dalam sebulan bisa mendapatkan keuntungan 9 juta. Bandingkan dengan PNS, itu sama dengan gaji PNS selama 3 bulan jika gajinya 3 juta sebulan.
Selama 3 tahun menjual krupuk, Ibrahim bisa membangun rumah sendiri, membeli motor, dan menguliahkan anaknya di Perguruan Tinggi terkemuka. Anak dari Ibrahim sekarang sudah menjadi mahasiswa, dan ketika saya bertanya apakah anaknya nanti disuruh jadi penjual krupuk seperti dirinya atau jadi PNS, dengan santai Ibrahim menjawab "jual krupuk saja" jawabnya disertai tawa khasnya.
Namun itu bukanlah jawaban sebernarnnya, Ibrahim melanjutkan "ya terserah anaknya, kalau dia mau jual krupuk ya silahkan saja, kalau mau jadi pegawai ya terserah dia. Yang penting saya sudah berusaha menguliahkan dia, supaya bisa jadi sarjana" jelasnya.
Mendengar pengakuan Ibrahim, yang hanya seorang penjual krupuk bisa mendapatkan 9 juta sebulan. Langsung membuat saya berpikir, apa yang ada di pikiran orang-orang yang rela mengabdi menjadi tenaga sukarela di Kantor tanpa digaji.? kenapa mereka tidak mencoba menjadi pekerjaan lain.?
Saya yakin, jika semua orang mendengar pengakuan Ibrahim, akan sedikit orang yang rela bekerja setiap hari tanpa di gaji dengan mendapatkan SK Sukarela di suatu Instansi. Miris memang, khususnya saya yang hidup di Kota Bima, Kota yang masih mendewakan PNS. Padahal masih banyak lahan pekerjaan lain, yang menjanjikan rejeki yang tidak jauh bedanya dengan PNS. alimin
TNC. Kaget, heran, dan setengah tidak percaya, itulah kesan pertama ketika mendengar pengakuan Ibrahim. "sebulan saya bisa dapat 9 juta", pengakuan bapak 4 orang anak yang sehari-harinya menjual krupuk tersebut spontan membuat hati kecil saya berkata "mending jual krupuk daripada jadi PNS".
Pagi yang cerah, Sabtu (29/9). Saya bersiap menuju Desa Kombo Kecamatan Wawo Kabupaten Bima. Sambil menunggu mobil rombongan yang menjemput, sejenak saya nongkrong di warung sederhana disamping rumah, tepatnya di depan SDN 20 Kota Bima.
Sambil menikmati makanan ringan dan sebotol air mineral, tiba-tiba muncul Bapak separuh baya. Sambil membasuh keringat yang menetes, Laki-laki berkulit gelap tersebut berkata "saya mau minta uang krupuk" katanya pelan dan sopan.
Melihat penampilannya, kelihatan bapak ini memiliki beban yang berat. Dalam hati saya berkata "kayaknya bapak ini punya kisah yang menarik". Sontak jiwa jurnalis saya muncul seketika.Akhirnya keluarlah beberapa pertanyaan dan terjadi percakapan yang hangat.
Satu persatu pertanyaan saya keluar, dengan penuh senyum Ibrahim menjawab dengan singkat dan jelas. Dari hasil percakapan tersebut, akhirnya saya mendapatkan identitas Ibrahim. Bapak 4 orang anak ini tinggal di Kelurahan Jatibaru Kecamatan Asakota Kota Bima. Ibrahim dulunya adalah seorang buruh di sebuah industri genteng. Namun hasil dari pekerjaan tersebut, tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah anak.
"sebelum saya jual krupuk, saya buruh di sebuah industri genteng" katanya. "gajinya seminggu sekali, kadang tidak tentu. Bayar sekolah akhirnya sering telat" lanjutnya.
Rejeki tidak kemana, rejeki sudah diatur. Kira-kira itulah prinsip dan pegangan yang banyak dianut oleh masyarakat, khususnya masyarakat Kota Bima. Mungkin itu juga yang dirasaka oleh Ibrahim, buruh di industri genteng bukanlah jalan hidupnya.
Dengan memberanikan diri, Ibrahim akhirnya beralih menjadi penjual krupuk. Krupuk tersebut bukanlah buatannya. Krupuk tersebut buatan orang lain, dan Ibrahim hanya kurir. Setiap hari Ibrahim menjual krupuk tersebut di warung-warung. Bukan hanya di Kota Bima, Ibrahim juga menjual krupuknya sampai ke Kecamatan Sape, Wera, Langgudu, hingga Bolo yang jaraknya sekitar 40 Km.
"jam 6 pagi saya sudah berangkat, sekali berangkat saya bawa dagangan 1,5 juta. Pulang jam 12 siang dan jam 1 siang berangkat lagi, nanti pulangnya jam 5. Saya biasanya dikasih upah 10%, sehari jadi saya dapat 300 ribu. Biasanya dagangan saya selalu laku, ya kalau ditotal, sebulan saya bisa dapat 9 juta" jelasnya secara rinci.
Dilihat dari kasat mata, penjual krupuk masih rendah derajatnya daripada PNS ataupun pegawai swasta. Tapi setelah mendengar pengakuan Ibrahim, anggapan tersebut secara pribadi saya anggap salah besar. Penjual krupuk seperti Ibrahim, dalam sebulan bisa mendapatkan keuntungan 9 juta. Bandingkan dengan PNS, itu sama dengan gaji PNS selama 3 bulan jika gajinya 3 juta sebulan.
Selama 3 tahun menjual krupuk, Ibrahim bisa membangun rumah sendiri, membeli motor, dan menguliahkan anaknya di Perguruan Tinggi terkemuka. Anak dari Ibrahim sekarang sudah menjadi mahasiswa, dan ketika saya bertanya apakah anaknya nanti disuruh jadi penjual krupuk seperti dirinya atau jadi PNS, dengan santai Ibrahim menjawab "jual krupuk saja" jawabnya disertai tawa khasnya.
Namun itu bukanlah jawaban sebernarnnya, Ibrahim melanjutkan "ya terserah anaknya, kalau dia mau jual krupuk ya silahkan saja, kalau mau jadi pegawai ya terserah dia. Yang penting saya sudah berusaha menguliahkan dia, supaya bisa jadi sarjana" jelasnya.
Mendengar pengakuan Ibrahim, yang hanya seorang penjual krupuk bisa mendapatkan 9 juta sebulan. Langsung membuat saya berpikir, apa yang ada di pikiran orang-orang yang rela mengabdi menjadi tenaga sukarela di Kantor tanpa digaji.? kenapa mereka tidak mencoba menjadi pekerjaan lain.?
Saya yakin, jika semua orang mendengar pengakuan Ibrahim, akan sedikit orang yang rela bekerja setiap hari tanpa di gaji dengan mendapatkan SK Sukarela di suatu Instansi. Miris memang, khususnya saya yang hidup di Kota Bima, Kota yang masih mendewakan PNS. Padahal masih banyak lahan pekerjaan lain, yang menjanjikan rejeki yang tidak jauh bedanya dengan PNS. alimin
hidup wiraswasta... ketimbang dibiayai negara mending kita yg membiayai negara....
BalasHapus