TNC. Pemerintah diminta tidak terus melakukan pemekaran suatu daerah di
wilayah Indonesia, terlebih di tengah kondisi perekonomian dalam negeri
yang memburuk. Pasalnya, pemekaran hanya dianggap akan menghambat
perekonomian nasional. Demikian penegasan disampaikan anggota Dewan Pertimbangan Presiden
Bidang Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi, Ryaas Rasyid, dalam diskusi
'Peran Daerah dalam Mendorong Pembangunan Nasional'di Hotel Le
Meridien, Jakarta, Rabu (4/12). Menurut dia, pemekaran daerah sudah
tidak lagi diperlukan karena hanya akan menjadi distorsi bagi kemajuan
ekonomi daerah itu sendiri.
"Ini salah satu yang mengganggu jalannya perekonomian daerah juga karena tidak berhentinya pemekaran. Ini jadinya mendistorsi anggaran yang sudah ada," tegas Ryaas ketika dikonfirmasi.
Ryaas meminta seluruh anggota DPR selektif dalam menetapkan daerah-daerah yang siap dimekarkan agar tidak mencekik APBD. "Jangan sampai pemekaran daerah ini malah dijadikan proyek politik mereka," imbuh Ryaas.
Dengan adanya wilayah baru yang dimekarkan, maka akan terjadi dampak peningkatan keuangan negara yang luar biasa. Setiap daerah pemekaran baru pasti akan menambah kantor kantor pemerintahan di luar infrstruktur pemerintah daerah.
"Untuk pengadaan kantor pemerintahan itu kan butuh uang. Lalu rakyat dapat apa," tegas Ryaas.
Pihaknya juga berharap para kepala daerah memutar otak agar APBD yang dirasakan kecil juga dapat mendukung perekonomian nasional ke depannya.
"Memang hanya 30 sampai 40 persen dari APBD yang bisa digunakan. Tetapi kalau mereka cerdas, akan dapat menunjang perekonomian negara ini."
Pada 25 Oktober 2013, DPR telah menyetujui usulan 65 RUU Pemekaran Daerah Otonomi Baru, delapan di antaranya berstatus provinsi.
Adapun kedelapan calon provinsi baru tersebut ialah Provinsi Tapanuli dan Kepulauan Nias sebagai hasil pemekaran Provinsi Sumatera Utara; Provinsi Kapuas Raya ( pemekaran Provinsi Kalimantan Barat); Provinsi Bolaang Mongondow Raya (pemekaran Provinsi Sulawesi Utara); Provinsi Pulau Sumbawa (pemekaran Provinsi Nusa Tenggara Barat); Provinsi Papua Barat Daya (pemekaran Provinsi Papua); Provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah (pemekaran Provinsi Papua).
Sumber: metrotvnews.com
"Ini salah satu yang mengganggu jalannya perekonomian daerah juga karena tidak berhentinya pemekaran. Ini jadinya mendistorsi anggaran yang sudah ada," tegas Ryaas ketika dikonfirmasi.
Ryaas meminta seluruh anggota DPR selektif dalam menetapkan daerah-daerah yang siap dimekarkan agar tidak mencekik APBD. "Jangan sampai pemekaran daerah ini malah dijadikan proyek politik mereka," imbuh Ryaas.
Dengan adanya wilayah baru yang dimekarkan, maka akan terjadi dampak peningkatan keuangan negara yang luar biasa. Setiap daerah pemekaran baru pasti akan menambah kantor kantor pemerintahan di luar infrstruktur pemerintah daerah.
"Untuk pengadaan kantor pemerintahan itu kan butuh uang. Lalu rakyat dapat apa," tegas Ryaas.
Pihaknya juga berharap para kepala daerah memutar otak agar APBD yang dirasakan kecil juga dapat mendukung perekonomian nasional ke depannya.
"Memang hanya 30 sampai 40 persen dari APBD yang bisa digunakan. Tetapi kalau mereka cerdas, akan dapat menunjang perekonomian negara ini."
Pada 25 Oktober 2013, DPR telah menyetujui usulan 65 RUU Pemekaran Daerah Otonomi Baru, delapan di antaranya berstatus provinsi.
Adapun kedelapan calon provinsi baru tersebut ialah Provinsi Tapanuli dan Kepulauan Nias sebagai hasil pemekaran Provinsi Sumatera Utara; Provinsi Kapuas Raya ( pemekaran Provinsi Kalimantan Barat); Provinsi Bolaang Mongondow Raya (pemekaran Provinsi Sulawesi Utara); Provinsi Pulau Sumbawa (pemekaran Provinsi Nusa Tenggara Barat); Provinsi Papua Barat Daya (pemekaran Provinsi Papua); Provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah (pemekaran Provinsi Papua).
Sumber: metrotvnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar