Ditemui dirumah Abdul Haris (53 tahun) pada kamis (24/3-13) di Kamp.Temba Kel.Rabadompu Barat Kec.Raba sedang bertenun “tembe masrai mbako” (tenun masrai warna merah muda) dengan motif bunga bengawan solo benang sutra.
Berbeda dengan biasanya yang dikenal sebagai penenun adalah kaum wanita tetapi beda halnya dengan Daehar yang biasa disapa masyarakat sekitar. Memulai menyukai tenun dan bertenun sejak usia 19 tahn tepatnya pada tanggal 5 Mei 1954.
Berbeda dengan biasanya yang dikenal sebagai penenun adalah kaum wanita tetapi beda halnya dengan Daehar yang biasa disapa masyarakat sekitar. Memulai menyukai tenun dan bertenun sejak usia 19 tahn tepatnya pada tanggal 5 Mei 1954.
Selama itu Daehar sudah menggeluti pelatihan masalah tenun songket khas Bima sampai tiga kali di Jakarta taman Mini indonesia Indah dan mengikuti pelatihan keliling sekitar Bima jika ada kegiatan dan event-event budaya.
Daehar mengutarakan “saya dapat menyelesaikan motif penuh seperti ini satu lembar selama 15 hari, ya minimal dalam satu bulan tiga lembar sarung songket khas Bima”.
Hasil tenunnya dijual sendirian dirumahnya dengan nama usaha “ncuri mori”, mengutarakan “ncuri mori itu sesuatu kehidupan yang baru, harga sarung songket bervariasi dari harga Rp.350.000,- sampai Rp.1.000.000,- perlembarnya. “saya tidak pernah meminjam modal dari orang lain, untuk memulai usaha tenun dari modal sendiri” lanjutnya.
Pelanggannya ada yang berasal dari luar kota Bima dan kadang-kadang dari manca negara, seperti touris-touris dari pakistan, Hongkong dan jepang. nazmi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar